Ajarkan Menulis Sejak Play Group
Oleh: Moh. Fadzil Adim
Usia berapa anak-anak bisa kita
kenalkan dengan menulis? Ada yang menarik ketika saya bersama isteri
belanja media pembelajaran di Singapore setahun yang lalu. Di negeri
tetangga yang mencanangkan sebagai pusat pendidikan terbaik i dunia ini,
saya menemukan media pembelajaran menulis untuk anak berumur satu tahun
berjudul Todler Write. Media pembelajaran ini pas sekali jika
diterapkan bersama Todler Read, yakni media pembelajaran membaca untuk
rentang usia yang sama, 1 – 5 tahun.
Apa yang menarik dari Todler
Write? Kita bisa mengenalkan kecakapan motorik awal menulis sembari
mencurahkan kasih sayang nan akrab dengan bayi. Ibu mendorong
menciptakan kedekatan emosi (attachment) yang hangat saat menerapkan
media pembelajaran ini. Seab hampir tidak mungkin mengenalkan kecakapan
motorik menulis tanpa mendekap dengan baik.
Alhasil, ada kasih-sayang, ada belajar.
Saya
membayangkan melalui media pembelajaran ini, anak-anak sudah bisa
mempunyai keerampilan baca-tulis yang baik sebelum mereka masuk SD.
Lebih penting lagi mereka memiliki motivasi belajar yang tinggi. Belajar
menjadi kegiatan yang menyenangkan dan menggugah. Sama menyenangkannya
dengan main game atau nonton TV bagi anak-anak yang jarang bertemu buku
di masa bayinnya.
Jangan keliru!Sekalipun
anak-anak bisa kenalkan membaca bahkan menulis sejak berumur satu tahun,
tidak berarti pembelajaran tulis bisa secara formal diajarkan di
jenjang TK. Apalagi play group (kelompok bermain) atau day care (taman
pengasuhan anak yang di negara ini berubah menjadi teman penitipan
anak!). Pembelajaran membaca secara formal tetap dimulai dari jenjang
sekolah dasar. Tetapi jika anak telah memiliki kecakapan membaca dan
menulis yang memadai saat mereka diTK, sekolah menyediakan program
pendidikan yang sesuai. Artinya di satu sekolah tersedia program
pendidikan yang sesuai dengan tingkat kecakapan dan kecepatan belajar
anak.
Ini berarti bahwa sebelum anak
mengikuti pembelajaran di kelas satu SD, terlebih dahulu ada proses
penilaian kecakapan dari sekolah. Selanjutnya, sekolah menjalankan
program pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kecakapan anak.
Mereka yang sudah mampu membaca, tetapi terlihat tidak memiliki motivasi
dikarenakan proses pembelajaran di fase sebelumnya yang salah, masuk
kelompok anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis untuk mengikuti
proses reedukasi. Pendidikan ulang agar mereka bisa menikmati, menyukai
dan bersemangat, dengan kecakapan dasar belajar ini: membaca dan
menulis.
Jika anak-anak tidak menikmati
kegiatan membaca dan menulis, sulit kita berharap mereka menjadi
orang-orang yang berilmu yang antusias mengembangkan diri dan
menignkatkan ilmunya. Itu sebabnya, negara-negara maju – atau negara
yang sangat ingin maju – sangat perduli dengan indeks membaca (reading
index) dan tingkat kemampuan membaca yang ditunjukkan melalui reading
score. Hari ini, indeks membaca kita berada pada peringkat yang sangat
mengerikan dan mengenaskan. Hanya 0.009. Jauh sekali di bawah Jepang
yang indeks membacanya mencapai 17 koma. Apalagi jika melihat score
membaca kita secara nasional terrendah se-Asia Timur (saya tidak terlalu
tega menyebut). Jauh di bawah Vietnam, apalagi jika dibanding
Singapore, Hong Kong dan Jepang.
Lalu bagaimana cara mengajarkan
menulis pada anak umur satu tahun? Pertama, sebelum mengenalkan membaca
dan menulis secara sistematis, mereka harus sudah akrab dengan aktivitas
membaca maupun menulis. Akrab berarti mereka memiliki pengalaman
positif dari lingkungan terdekatnya, yakni orang tua, dengan kedua
kegiatan terseut. Mereka juga memiliki pengalaman yang menyenangkan saat
mendengar dua istilah penting ini: membaca dan menulis.
Kedua, proses pembelajaran-
dalam hal pemberian pengalaman pra-membaca – mengikuti empat prinip
pokok usia dini, yakni spontan, alamiah, antusias dan menyenangkan.
Kerapkali yang membuat anak
sangat bersemangat belajar adalah antusiasme orang tua sangat memberikan
pengalaman belajar. Antusiasme yang tinggi saat mengajak anak belajar,
jauh lebih penting daripada keterampilan mengajari anak membaca dan
menulis. Sebab yang pertama membangkitkan semangat sehingga belajar
menjadi lebih mudah, sementara yang kedua – yakni keterampilan mengajar –
hanya memunculkan kemampuan. Sementara kemampuan tanpa kemauan yang
kuat, hampir-hampir tidak ada nilainya.
Itu sebabnya orang tua dan juga
guru TK maupun SD kelas bawah (kelas 1 sampai 3) harus memusatkan
perhatian kepada semangat dan budaya belajar anak daripada kemampuan dan
prestasi belajar. Kecuali yang kita harapkan hanya tepuk tangan dan
decak kagum.
Nah...
Sumber: Widya Sultra, Media Informasi dan Komunikasi Dewan Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara. Desember 2007, hal. 34-36.
0 komentar:
Posting Komentar